Calistung Tidak Boleh Diajarkan Langsung di TK
Pengenalan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) tidak diperkenankan untuk diajarkan secara langsung sebagai pembelajaran kepada para anak didik di taman kanak-kanak.
Calistung harus dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan sambil bermain, dan disesuaikan dengan tugas perkembangan anak. Selain itu, juga tidak dibenarkan siswa TK dites dan diuji terlebih dulu untuk melanjutkan ke tingkat sekolah dasar.
Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Suyanto kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (12/2/2010), terkait adanya pembelajaran calistung di TK dan tes uji anak didik TK sebelum masuk SD, terutama di sekolah-sekolah swasta.
"Tidak boleh ada calistung di TK kecuali diajarkan hanya pada tataran pedagogis saja, dan tidak benar kalau ada sekolah yang memberikan tes. Itu bukan praktik yang baik," ujar Suyanto.
Suyanto menuturkan, seperti tertuang dalam Surat Edaran dari Dirjen Dikdasmen Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 yang ditujukan kepada para gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia, TK seharusnya hanya menciptakan lingkungan yang kaya dengan beragam bentuk keaksaraan yang akan lebih memacu kesiapan anak didiknya untuk memulai kegiatan calistung di tingkat lanjutan, yaitu sekolah dasar.
Dia menambahkan, pendekatan bermain sebagai metode pembelajaran di TK hendaknya disesuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih dominan) menjadi belajar seraya bermain (unsur belajar mulai dominan).
"Jadi, semacam tingkat persiapan sehingga anak didik tidak merasa canggung untuk menghadapi pendekatan pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya di SD," ujarnya.
Usia TK Itu Usia Bermain Lho, Bukan Calistung....
Belum sepantasnya guru TK menekankan kemampuan baca, tulis, dan berhitung atau calistung kepada anak-anak didiknya. Memang, hal itu akan meringankan kerja guru SD. Namun, yang seharusnya dicamkan oleh semua pihak adalah usia TK itu merupakan usia anak untuk bermain.
"Yang perlu diajarkan kepada anak-anak itu hanya motorik kasar, seperti keseimbangan sebagai bekal untuk konsentrasi atau melompat dan lain-lain sejenisnya, sedangkan untuk motorik halus perlu diberikan agar nantinya di SD mereka terbiasa memegang pensil, belajar menggaris atau menggunting," ujar Irma Juliasmi Nasution, guru SD Islam Dian Didaktika, kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (10/3/2010).
Di TK, guru kelas I SD ini mengatakan bahwa siswa seharusnya baru diberi pengenalan huruf dan tidak lebih. Kalaupun ada, maka hal itu bukan menjadi target utama pembelajaran.
"Sebetulnya, kenapa anak-anak TK itu diajarkan calistung juga karena tuntutan para orangtuanya sendiri. Mereka banyak yang protes, kenapa anak mereka kok diajarinya cuma menggambar, mewarnai, menggunting, tidak diajarkan membaca," ujar Juli, sapaan akrabnya.
"Mereka tidak tahu, belajar motorik halus dan kasar untuk anak usia TK jauh lebih penting dan dibutuhkan ketimbang belajar membaca," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya di harian Kompas, sejumlah guru TK kini "terpaksa" menekankan kemampuan calistung kepada siswanya. Ini disebabkan adanya seleksi dan persyaratan bahwa siswa harus bisa membaca dan menulis saat masuk SD. Akibat kebijakan itu, guru TK kurang optimal memprioritaskan upaya merangsang dan mengembangkan potensi anak secara holistik.
Opih R Zainal, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Persatuan Guru Republik Indonesia, Selasa (9/3/2010) di Jakarta, mengatakan bahwa mengajarkan calistung sebenarnya tidak dilarang di jenjang pendidikan TK.
"Asal pengenalan calistung itu dilakukan bukan dengan cara memaksa dan drilling. Banyak cara, misalnya lewat lagu dan permainan, kemampuan baca, tulis, dan berhitung anak bisa berkembang dengan baik dan tidak membuat anak stres. Tetapi tetap saja, ada TK yang memfokuskan ke calistung dengan alasan lebih diminati dan memang diminta orangtua," ujar Opih.
"Yang perlu diajarkan kepada anak-anak itu hanya motorik kasar, seperti keseimbangan sebagai bekal untuk konsentrasi atau melompat dan lain-lain sejenisnya, sedangkan untuk motorik halus perlu diberikan agar nantinya di SD mereka terbiasa memegang pensil, belajar menggaris atau menggunting," ujar Irma Juliasmi Nasution, guru SD Islam Dian Didaktika, kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (10/3/2010).
Di TK, guru kelas I SD ini mengatakan bahwa siswa seharusnya baru diberi pengenalan huruf dan tidak lebih. Kalaupun ada, maka hal itu bukan menjadi target utama pembelajaran.
"Sebetulnya, kenapa anak-anak TK itu diajarkan calistung juga karena tuntutan para orangtuanya sendiri. Mereka banyak yang protes, kenapa anak mereka kok diajarinya cuma menggambar, mewarnai, menggunting, tidak diajarkan membaca," ujar Juli, sapaan akrabnya.
"Mereka tidak tahu, belajar motorik halus dan kasar untuk anak usia TK jauh lebih penting dan dibutuhkan ketimbang belajar membaca," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya di harian Kompas, sejumlah guru TK kini "terpaksa" menekankan kemampuan calistung kepada siswanya. Ini disebabkan adanya seleksi dan persyaratan bahwa siswa harus bisa membaca dan menulis saat masuk SD. Akibat kebijakan itu, guru TK kurang optimal memprioritaskan upaya merangsang dan mengembangkan potensi anak secara holistik.
Opih R Zainal, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Persatuan Guru Republik Indonesia, Selasa (9/3/2010) di Jakarta, mengatakan bahwa mengajarkan calistung sebenarnya tidak dilarang di jenjang pendidikan TK.
"Asal pengenalan calistung itu dilakukan bukan dengan cara memaksa dan drilling. Banyak cara, misalnya lewat lagu dan permainan, kemampuan baca, tulis, dan berhitung anak bisa berkembang dengan baik dan tidak membuat anak stres. Tetapi tetap saja, ada TK yang memfokuskan ke calistung dengan alasan lebih diminati dan memang diminta orangtua," ujar Opih.
-kompas.com-
0 Response to "Calistung Tidak Boleh Diajarkan Langsung di TK"
Posting Komentar